Kamis, 03 November 2016

Dasar pembentukan pengadilan HAM

Pengadilan HAM
1) Dasar Pembentukan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yaitu kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dibentuklah Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pembentukan Pengadilan HAM dituangkan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada tanggal 23 November tahun 2000.

2) Tempat dan Kedudukan Pengadilan HAM

  1.  Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
  2. Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
3) Lingkup Kewenangan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang:
  1. memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
  2.  berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara RI oleh warga negara Indonesia. Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat terjadi kejahatan dilakukan.
4) Susunan Majelis Hakim Pengadilan HAM
Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 (lima)  orang. Majelis hakim Pengadilan HAM terdiri atas:
a) orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan;
b) orang hakim ad hoc.

Apa saja nilai-nilai yang berkaitan dengan HAM menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 
 
Hakim ad hoc dalam Pengadilan HAM tersebut di atas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung. Jumlah hakim ad hoc sekurang-kurangnya 12 orang dengan masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk kali masa jabatan.

5) Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi
Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan/atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sesuai dengan putusan Pengadilan HAM. Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya.

Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban ataukeluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi dapat berupa:
a) pengembalian harta milik,
b) pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, dan
c) penggantian biaya untuk tindakan tertentu.

Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan atau hak-hak lain.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Dasar pembentukan pengadilan HAM