Sabtu, 10 Desember 2016

Jenis-jenis ragam teater tutur

Ragam Teater Tutur
a. Pantun Sunda
Pantun Sunda berasal dari Bumi Parahyangan atau Sunda sebagai wujud pemujaan terhadap Dewi Sri (dewi padi). Dalam bahasa Sunda dan Jawa kata pantun berarti padi. Pantun Sunda biasa dibacakan dalam acara, antara lain: kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, ruwatan, dan nazar. Fungsi religiusnya jauh lebih kuat  dari fungsi hiburannya di mana sebelum pembacaan dimulai, tuan rumah atau yang punya hajat harus menyediakan sesajen.

b. Dalang Jemblung (Banyumas)
Teater tutur ini sebenarnya bersumber dari pertunjukan wayang kulit, hanya saja tutur, dialog, gamelan, dan sebagainya dilakukan dengan suara mulut (vokal) oleh seseorang atau beberapa orang. Dalam adegan perang dengan senjata, biasanya dipakai kundhi (seperti senjata tajam berbentuk pisau yang berfungsi sebagai cempala/dhodhogan). Pesindennya merangkap sebagai pemain wanita atau permaisuri dalam dialog. Tradisi pertunjukan ini berasal dari upacara nguyen, yaitu berjaga semalam suntuk waktu kelahiran bayi sambil mendengarkan macapatan atau pembacaan  cerita dalam bentuk puisi Jawa.

Baca juga Jenis karya seni Teater tradisi dari jawa barat
                ragam teater melayu
c. Kentrung (Jawa Timur)
Kentrung adalah bentuk teater rakyat berupa penyampaian cerita secara lisan di depan penonton oleh seorang dalang. Diduga muncul pada zaman Kesultanan Demak dan berkembang di wilayah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan sebutan yang berbeda-beda. Kentrung dipentaskan kalau ada upacara merayakan khitanan, tujuh bulan kehamilan, perkawinan, atau tolak bala. Cerita dituturkan dalam bentuk prosa diselingi puisi yang dinyanyikan. Tabuhannya terdiri atas rebana (terbang), kendang, angklung, keprak, lesung atau terompet, bedug kecil, dan lain-lain. Khasanah ceritanya diambil dari agama Islam, seperti lahirnya Nabi Musa, Nabi Yusuf, atau legenda rakyat seperti Jaka Tarub.

d. Cepung (Lombok)
Dinamakan ‘Cepung’ mungkin karena diiringi suara ‘gamelan mulut’ yang iramanya berbunyi “cek-cek-cek-cek-pung”. Cepung pada dasarnya adalah seni membaca kitab lontar, khususnya cerita Monyeh, yang diiringi instrumen seruling, redeb, dan ‘gamelan mulut’ (vokal). Lontar Monyeh ditulis oleh Jero Mahram pada tahun 1859, berisi filsafat Islam dengan tujuan pengembangan agama. Pemainnya paling sedikit enam orang, terdiri atas seorang pembaca lontar, seorangpemain redeb, seorang pemainseruling, dan tiga orang penembang.Mereka duduk dalam bentuk setengah lingkaran. Bahasayang digunakan adalah bahasa Sasak dan terjadi kontak aktif selama pertunjukan dengan penonton. Pertunjukan ini juga memakai sesajian.

e. Sinrilli (Sulawesi Selatan)
Sinrilli merupakan pertunjukan cerita tutur oleh seorang pansirilli (pencerita) diiringi instrumen musik keso-keso (rebab). Penceritaannya dalam bentuk nada lagu (kelong) diiringi lengkingan keso-keso yang membangunkan suasana haru, indah, dan humor. Konon Sinrilli bermula dari istana raja-raja Gowa, tetapi setelah kerajaan itu jatuh ke tangan Belanda, bentuk kesenian ini menyebar di kalangan rakyat. Ada tiga golongan cerita dalam sinrilli, yaitu: kepahlawanan (Sinrilli I Datuk Museng, Sinrilli Tolo Daeng Magansing, Sinrilli Kappala Talung Batua), keagamaan (tentang perkembangan agama Islam di Sulawesi Selatan, misalnya, cerita Tuanta Salamaka), dan percintaan (Sinrilli I Jamila, Sinrilli I Manakku, Sinrilli I Made Daeng ri Makka). Baca juga bagaimana menerapkan kerja sama dalam berteater

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Jenis-jenis ragam teater tutur