Media Massa dan Kebebasan Pers
Kebebasan pers pada masa pemerintahan Orde Baru mengalami banyak hambatan. Hambatan-hambatan itu misalnya berwujud pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) bagi penerbit yang dianggap mengganggu kepentingan penguasa, bahkan prosedur untuk memperoleh SIUPP bagi perusahaan pers yang akan berdiri dibuat sangat sulit. Sebaliknya, SIUPP akan mudah diperoleh dengan syarat perusahaan pers mau membagi saham perusahaannya dengan penguasa. Selain itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang intinya membatasi ruang gerak wartawan dan insan pers lainnya. Pembatasan tersebut adalah dengan menetapkan bahwa Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai satu-satunya organisasi wartawan Indonesia. Kemudian Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) dikukuhkan sebagai satu-satunya organisasi penerbit pers Indonesia.
Pada masa reformasi yang dimulai pemerintahan Habibie, kebebasan pers mulai tumbuh berkembang. Berbagai Peraturan Menteri Penerangan (Permenmen) dan Surat Keputusan Menteri Penerangan (SK Menpen) yang memasung kebebasan pers dicabut, misalnya Permenpen tentang SIUPP, Permenpen tentang Ketentuan-ketentuan Pokok War tawan, SK Menpen tentang Prosedur dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP. Setelah pencabutan beberapa peraturan tersebut, pemerintah menetapkan Permenpen No. 01/Per/Menpen/1998 tentang SIUPP. Peraturan ini secara jelas menyatakan adanya jaminan kebebasan pers di Indonesia. Seperti yang sudah disajikan di muka bahwa menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Sejak keluarnya UU No. 40 tahun 1999 tersebut, pertumbuhan penerbitan pers nasional sangat pesat. Pada masa orde baru tercatat jumlah SIUPP hanya 321 buah. Pada bulan April 1999 telah terbit SIUPP sebanyak 852 buah. Kemudian pada bulan Juli 1999, jumlah penerbitan pers menjadi 1427 buah. Jumlah tersebut masih terus bertambah hingga saat ini. Di samping itu, organisasi kewartawanan juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Di samping PWI, saat ini tercatat jumlah organisasi kewartawanan sebanyak 24 buah.
Di daerah-daerah, baik di provinsi maupun kota/kabupaten banyak bermunculan koran-koran lokal. Selain itu muncul beberapa radio komunitas. Koran-koran dan radio komunitas yang menjadi media komunikasi bagi masyarakat daerah. Media-media komunikasi tersebut bermanfaat untuk mengembangkan kebebasan berpendapat, menyebarkan informasi dan pengetahuan, serta mengembangkan wawasan masyarakat.
Pada masa reformasi yang dimulai pemerintahan Habibie, kebebasan pers mulai tumbuh berkembang. Berbagai Peraturan Menteri Penerangan (Permenmen) dan Surat Keputusan Menteri Penerangan (SK Menpen) yang memasung kebebasan pers dicabut, misalnya Permenpen tentang SIUPP, Permenpen tentang Ketentuan-ketentuan Pokok War tawan, SK Menpen tentang Prosedur dan Persyaratan untuk Mendapatkan SIUPP. Setelah pencabutan beberapa peraturan tersebut, pemerintah menetapkan Permenpen No. 01/Per/Menpen/1998 tentang SIUPP. Peraturan ini secara jelas menyatakan adanya jaminan kebebasan pers di Indonesia. Seperti yang sudah disajikan di muka bahwa menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Sejak keluarnya UU No. 40 tahun 1999 tersebut, pertumbuhan penerbitan pers nasional sangat pesat. Pada masa orde baru tercatat jumlah SIUPP hanya 321 buah. Pada bulan April 1999 telah terbit SIUPP sebanyak 852 buah. Kemudian pada bulan Juli 1999, jumlah penerbitan pers menjadi 1427 buah. Jumlah tersebut masih terus bertambah hingga saat ini. Di samping itu, organisasi kewartawanan juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Di samping PWI, saat ini tercatat jumlah organisasi kewartawanan sebanyak 24 buah.
Di daerah-daerah, baik di provinsi maupun kota/kabupaten banyak bermunculan koran-koran lokal. Selain itu muncul beberapa radio komunitas. Koran-koran dan radio komunitas yang menjadi media komunikasi bagi masyarakat daerah. Media-media komunikasi tersebut bermanfaat untuk mengembangkan kebebasan berpendapat, menyebarkan informasi dan pengetahuan, serta mengembangkan wawasan masyarakat.